Celah di Rencana Pembatasan BBM Bersubsidi

Batal menaikkan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu, pemerintah menyiasati dengan menerapkan rencana pembatasan bahan bakar untuk kendaraan pribadi. Tujuannya, agar tingkat konsumsi BBM bersubsidi 40 juta kiloliter.

Menteri Perindustrian M.S Hidayat sudah menyatakan bahwa pemerintah pasti akan melakukan pembatasan bahan bakar minyak tersebut meski waktu pelaksanaannya masih belum jelas.

"Secara resmi akan diumumkan pada Mei nanti,” kata Hidayat ketika dikonfirmasi wartawan, di Jakarta, Rabu, 25 April 2012, lewat pemberitaan Tempo. Lewat cara ini diasumsikan ada penghematan bahan bakar antara 2-3 juta kiloliter.

Hidayat juga mengatakan bahwa pembatasan ini akan dilakukan berdasarkan kapasitas mesin mobil, yaitu mobil-mobil 1500 cc ke atas. Hanya saja, mobil-mobil pribadi yang banyak dijual dan ada di jalanan sekarang kebanyakan memiliki kapasitas mesin di bawah 1500 cc (lihat daftar di sini).

Bahkan mobil-mobil dengan kisaran harga Rp 120-150 juta yang laku sekarang pun banyak yang kapasitas mesinnya di bawah 1500 cc. Artinya, sebenarnya para pemilik mobil-mobil pribadi yang banyak di jalan sudah mampu membeli bahan bakar non-subsidi. Tetapi, berdasarkan pembatasan tersebut, para pemilik mobil baru bisa tetap menggunakan premium.

Maka jika program pembatasan ini dijalankan pun, tujuan untuk membatasi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi untuk kendaraan pribadi--seperti yang dikatakan pemerintah--tidak akan berjalan efektif.

Yang bisa kena dampak merugikan dari program pembatasan ini justru para pemilik mobil 'tua' dengan kapasitas mesin besar. Mereka membeli mobil-mobil ini dengan harga jauh lebih murah daripada mobil-mobil baru berkapasitas mesin di bawah 1500 cc.

Berdasarkan komentar yang ditulis oleh para pembaca Yahoo, para pemilik mobil-mobil ini mengatakan bahwa mereka membeli mobil-mobil dengan tahun pembuatan lama karena faktor harga yang lebih murah karena tak kuat jika harus membeli mobil baru. Tetapi kini mereka justru mendapat beban terpaksa membayar bahan bakar yang lebih mahal, sementara pemilik mobil yang harganya lebih tinggi tapi ber-cc kecil bisa terus menggunakan premium.

Salah satu komentar yang kami dapatkan dari Khalif mengatakan, "Mobil saya Honda Accord '83 yang 1700cc tidak bisa pakai premium? Sedangkan mobil mewah sekelas Jazz, Freed, RX-8 (harga sekitar Rp 600 juta) boleh pakai premium? Gila, benar-benar bunuh yang menengah ke bawah dan benar-benar memakmurkan kaum atas." 

Pembaca lain, Abu, mengatakan "Label di atas adalah mobil keluaran baru dengan harga rata-rata di atas Rp 150 juta dengan CC di bawah 1500. Bagaimana dengan mobil keluaran lama dengan harga di bawah 80 juta tapi dengan CC di atas 1500? Bagaimana mungkin seseorang yang mampu membeli lima mobil baru dengan cc kecil mendapatkan subsidi? Rata-rata mobil pribadi para anggota dewan/cukong di indonesia keluaran terbaru dengan harga di atas Rp 150 juta tapi dengan cc di bawah 1500 dan mereka mendapatkan subsidi?"

Pembaca Mugi Santoso mempertanyakan golongan mana sebenarnya yang mendapat subsidi. "Mobil di bawah 1500 cc yang baru harganya sudah tinggi, Rp 100 jutaan keatas, tetap golongan orang kaya yang mampu beli dan diuntungkan. Bagaimana bisa hidup mobil angkutan sayur, antar jemput anak sekolah mobil tua di atas 1500 cc yg mampu mereka kredit, terus kebijakan macam apa ini?"

Salah satu solusi ditawarkan oleh pembaca Farid Faroukh. "Kenapa tidak pilih opsi solusi seperti: 1) Stop produksi premium (di Eropa dan Amerika sudah tidak ada BBM sekelas premium, karena masih mengandung timbal, sama halnya dengan BBM yg dijual oleh Petronas dan Shell di sini), sehingga diversifikasi produksi bisa dikurangi, dan fokus terhadap produksi pertamax. Kemudian alihkan subsidi premium ke pertamax, sehingga harga pertamax bisa ditekan. Lalu 2) Subsidi dari pemerintah kan diambil dari uang pajak, lha kok larinya ke kapasitas CC mobil. Lebih tepat kalau pengkategorian siapa yang berhak pakai premium berdasarkan nilai pajak yg tercantum di STNK. Ini akan jauh lebih realistis. Misalnya ambillah batas Rp 1,5jt, sehingga mobil-mobil lama (tidak peduli besaran CCnya) dengan pajak di bawah Rp 1,5jt tetap bisa menikmati premium. Sama halnya dengan mobil-mobil keperluan niaga, walaupun mobilnya baru." 

Sementara pembaca Arip mengatakan, "Di Indonesia itu aneh, bisa beli mobil kok ngakunya tidak mampu?"

Banyak pembaca lain menanyakan bagaimana teknis pelaksanaan pembatasan ini di SPBU, apakah petugas SPBU kemudian harus menghafal satu-satu cc mesin kendaraan yang masih boleh menggunakan premium?

Apa lagi celah dan kelemahan yang Anda lihat dari rencana pembatasan ini? Bagaimana seharusnya pembatasan BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi dilakukan?

sumber

0 tanggapan :

Post a Comment

Berikan komentar yang mendukung untuk blog ini , berkomentarlah dengan baik dan se-wajarnya , terimakasih

Cancel Reply